PERTEMUAN
5
BAB
5
“EJAAN
BAHASA INDONESIA DAN DIKSI”
A.
Pengertian Diksi
Diksi ialah pilihan
kata. Maksudnya, kita memilih kata yang tepat dan selaras untuk menyatakan atau
mengungkapkan gagasan sehingga memperoleh efek tertentu. Pilihan kata merupakan
satu unsur sangat penting, baik dalam dunia karang-mengarang maupun dalam dunia
tutur setiap hari. Ada beberapa pengertian diksi
di antaranya adalah membuat pembaca atau pendengar mengerti secara benar dan
tidak salah paham terhadap apa yang disampaikan oleh pembicara atau penulis,
untuk mencapai target komunikasi yang efektif, melambangkan gagasan yang
diekspresikan secara verbal, membentuk gaya ekspresi gagasan yang tepat (sangat
resmi, resmi, tidak resmi) sehingga menyenangkan pendengar atau pembaca.
Diksi,
dalam arti pertama, merujuk pada pemilihan kata dan gaya ekspresi oleh penulis
atau pembicara. Arti kedua, arti “diksi” yang lebih umum digambarkan dengan
kata – seni berbicara jelas sehingga setiap kata dapat didengar dan dipahami
hingga kompleksitas dan ekstrimitas terjauhnya. Arti kedua ini membicarakan
pengucapan dan intonasi, daripada pemilihan kata dan gaya. Harimurti
(1984) dalam kamus linguistic, menyatakan bahwa diksi adalah
pilhan kata dan kejelasan lafal untuk memperoleh efek tertentu dalam berbicara
di dalam karang mengarang.
Dalam
KBBI (2002: 264) diksi diartikan sebagai pilihan kata yanng tepat dan selaras
dalam penggunaanya untuk menggungkapkan gagasan sehingga diperoleh efek
tertentu seperti yang diharapkan. Jadi, diksi berhubungan dengan pengertian
teknis dalam hal karang-mengarang, hal tulis-menulis, serta tutur sapa.
B.
Persyaratan dan
Ketepatan Diksi
Ketepatan adalah kamampuan sebuah kata untuk menimbulkan
gagasan yang sama pada imajinasi pembaca atau pendengar, seperti yang
dipikirkan atau dirasakan oleh penulis atau pembicara, maka setiap penulis atau
pembicara harus berusaha secermat mungkin memilih kata-kata untuk mencapai
magsud tertentu. Ketepatan tidak akan menimbulkan salah paham.
Ada beberapa yang perlu diperhatikan dalam pemilihan kata
untuk mencapai ketepatan pilihan katanya itu.
1)
Membedakan secara cermat denotasi
dan konotasi. Dari kedua kata yang mempunyai makna yang mirip satu sama lain ia
harus menetapkan mana yang akan dipergunakannya untuk mencapai magsudnya. Kalau
hanya pengertian dasar yang diinginkannnya, ia harus memilih kata yang
denotatif, kalau ia menghendaki reaksi emosional tertentu, ia harus memilih
kata konotatif sesuai dengan sasaran yang akan dicapainya itu.
2)
Membedakan dengan cermat kata-kata
yang hampir bersinonim. Kata-kata bersinonim tidak selalu memiliki distribusi
yang saling melengkapi. Sebab itu, penulis atau pembicara harus hati-hati
memilih kata dari sekian sinonim yang ada, untuk menyampaikan apa yang
diinginkannya, sehingga tidak timbul interpretasi yang berlainan.
3)
Membedakan kata-kata yang mirip
dalam ejaannya. Bila penulis sendiri tidak mampu membedakan kata-kata yang
mirip ejaannya itu, maka akan membawa akibat yang tidak diinginkan, yaitu salah
paham. Kata-kata yang mirip dalam tulisannya itu misalnya : bahwa-bawah-bawa,
proposisi-preposisi, korparasi-koperasi, dan sebagainya.
4)
Hindarilah kata-kata ciptaan
sendiri. Bahasa selalu tumbuh dan berkembang sesuai dengan perkembangan
masyarakat. Pemkembahan bahasa pertama-tama tampak dari pertambahan jumlah kata
baru. Namun hal itu tidak berarti bahwa setiap orang boleh menciptakan kata
baru seenaknya. Kata baru biasanya muncul untuk pertama kali karna dipakai oleh
orang-orang terkenal atau pengarang terkenal. Bila anggota masyarakat lainnya
menerima kata itu, maka lama-kelamaan kata itu akan menjadi milik masyarakat.
Neologisme atau kata baru atau penggunaan sebuah kata lama dengan makna dan
fungsi yang baru termasuk dalam kelompok ini.
5)
Waspadalah terhadap penggunaan
akhiran asing, terutama kata-kata asing yang mengandung akhiran asing tersebut.
Perhatikan penggunaan : idiom-idiomatic, progres-progresif, kultur-kultural,
dan sebagainya.
6)
Membedakan pemakaian kata penghubung
yang berpasangan secara tepat.
Pasangan
yang tidak tepat
|
Pasangan
yang tepat
|
antara.....dengan.....
|
antara....dan....
|
tidak.....melainkan.....
|
tidak.....tetapi....
|
baik.....ataupun.....
|
baik....maupun.....
|
bukan.....tetapi.....
|
bukan....melainkan....
|
Contoh pasangan kata yang tepat.
7)
Kata kerja yang menggunakan kata
depan harus digunakan secara idiomatis : ingat akan bukan ingat terhadap;
berharap, berharap akan, mengharapkan bukan mengharap akan; berbahaya,
berbahaya bagi, membahayakan sesuatu bukan membahayakan bagi sesuatu; takut
akan, menakuti sesuatu (lokatif).
8)
Untuk menjamin ketepatan diksi,
penulis atau pembicara harus membedakan kata umum dan kata khusus. Kata umum
digunakan untuk mengungkapkan gagasan atau ide yang umum, sedangkan kata khusus
digunakan untuk seluk beluknya atau perinciannya. Kata khusus lebih tepat
menggambarkan sesuatu dari pada kata umum.
9)
Memperhatikan perubahan makna yang
terjadi pada kata-kata yang sudah dikenal.
10)
Memperhatikan kelangsungan pilihan
kata.
C.
Pembagian Makna
Kata
a.
Makna Denotatif
Makna
denotatif adalah makna dalam alam wajar secara eksplisit. Makna wajar ini
adalah makna yang sesuai dengan apa adanya . Denotatif adalah suatu pengertian
yang dikandung dalam sebuah kata secara objektif. Makna denotatif disebut juga dengan beberapa istilah lain seperti :
makna denotasional, makna kongnitif, makna konseptual, makna ideasional, makna
referensial atau makna proposisional. Disebut makna denotasial, referensial,
konseptual dan ideasional, karna makna itu menunjuk (danote) kepada suatu
referen. Disebut makna kongnitif, karna makna itu bertalian dengan kesadaran
atau pengetahuan; stimulus (dari pihak pembicara) dan respon (dari pihak
pendengar) menyangkut hal-hal yang dapat dicerap pancaindra (kesadaran) dan
rasio manusia. Dan makna ini disebut juga makna proposional karna ia bertalian
dengan informasi-informasi atau pernyataan-pernyataan yang bersifat faktual.
Makna ini, yang diacu dengan bermacam-macam nama, adalah makna yang paling
dasar pada suatu kata. Singkatnya, makna
denotasi disebut juga sebagai makna sebenarnya.
Contoh :
Ø Tangan kanan ikhsan terkilir.
Ø Rudi menjual kambing hitam miliknya.
b.
Makna
Konotatif
Makna
konotatif adalah makna asosiatif, makna yang timbul sebagai akibat dari sikap
social, dan kriteria tambahan yang dikenakan pada sebuah makna konseptual.
Makna konotatif berbeda dari zaman ke zaman. Ia tidak tetap. Kata kamar kecil mengacu kepada kamar yang
kecil (denotatif), tetapi kamar kecil berarti juga jamban (konotatif). Dalam hal ini, kita kadang-kadang lupa apakah
suatu makna kata itu adalah makna denotatif atau konotatif.
Makna
konotatif atau konotasi berarti makna kias, bukan makna sebenarnya. Sebuah kata
dapat berbeda dari satu masyakat ke masyarakat lain, sesuai dengan pandangan
hidup dan norma masyarakat tersebut. Makna konotasi juga dapat berubah dari
waktu ke waktu. Dalam kalimat“ Megawati dan Susilo Bambag Yudhoyono berebut
kursi presiden.” Kalimat tersebut tidak menunjukan makna bahwa Megawati dan
Susilo Bambang Yudhoyono tarik-menarik kursi. Karena kata kursi berarti jabatan
presiden.
Makna
konotatif dan denotatif brhubungan erat dengan kebutuhan pemakaian bahasa.
Makna denotatif ialah arti harfiah suatu kata tanpa ada suatu makna yang
menyertainya, sedangkan makna konotatif adalah makna yang mempunyai tautan
pikiran, perasaan, dan lain-lain yang menimbulkan nilai rasa tertentu. Dengan
kata lain, makna konotatif lebih bersifat pribadi dan khusus, sedangkan
denotatif maknanya umum.
Kalimat
dibawah ini menunjukan hal itu :
·
Dia adalah wanita manis (konotatif)
·
Dia adalah wanita cantik (denotatif)
Kata cantik lebih umum daripada kata manis. Kata cantik akan memberikan
gambaran umum seorang wanita. Akan tetapi, dalam kata manis terkandung suatu
maksud yang bersifat memukau perasaan kita.
Nilai
kata-kata itu dapat bersifat baik dan dapat pula bersifat jelek. Kata-kata yang
berkonotasi jelek dapat kita sebutkan seperti kata tolol (lebih jelek daripada bodoh
), mampus (lebih jelek daripada mati), dan gubuk (lebih jelek daripada
rumah). Di pihak lain, kata-kata itu dapat memngandung arti kiasaan yang
terjadi dari makna denotative referen lain. Makna yang dikenakan kepada kata
itu dengan sendirinya akan ganda sehingga kontekslah yang lebih banyak berperan
dalam hal ini.
Perhatikan contoh dibawah ini :
Sejak dua tahun yang lalu ia membanting tulang untuk memperoleh kepercayaan masyarakat.
Sejak dua tahun yang lalu ia membanting tulang untuk memperoleh kepercayaan masyarakat.
Kata
membanting tulang (yang mengambil
suatu denotatif kata pekerjaan membanting
sebuah tulang) mengandung makna “bekerja keras” yang mengandung sebuah
kiasan. Kata membanting tulang dapat
kita masukan dalam golongan kata yang bermakna konotatif.
Kata-kata
yang dipakai secara kiasan pada suatu kesempatan penyampaian seperti ini
disebut idiom atau ungkapan. Semua bentuk idiom atau ungkapan tergolong dalam
dalam kata yang bermakna konotasi. Kata-kata idiom atau ungkapan adalah sebagai
berikut :
Keras kepala,
Panjang tangan,
Sakit hati,
dan sebagainya.
Makna Denotatif
|
Makna
Konotatif
|
Makna yang sesuai dengan makna
asli.
|
Maknanya kiasan.
|
tidak menimbulkan penafsiran ganda
bagi pembaca.
|
sering kali membingungkan para
pembacadalam menemukan makna.
|
seringkali dijumpai dalam
penulisan karya ilmiah.
|
sangat sering dijumpai dalam karya
sastra, misalnya puisi, cerpen, dan lain sebagainya.
|
D.
Kata Umum dan Khusus
Pada umumnya untuk mencapai
ketepatan pengertian yang lebih baik memilih kata khusus daripada kata umum.
Kata umum yang dipertentangkan dengan kata khusus harus dibedakan dari kata
denotatif dan konotatif. Kata konotatif dibedakan dari kata berdasarkan
maknanya, yaitu apakah ada makna tambahan atau nilai rasa yang ada pada sebuah
kata. Kata umum dan kata khusus dibedakan berdasarkan luas dan tidaknya cakupan
makna yang dikandungnya. Bila sebuah kata yang mengacu kepada suatu hal atau
kelompok yang luas bidang lingkupnya maka kata itu disebut kata umum. Bila ia
mengacu kepada pengarahan-pengarahan yang khusus dan kongkret maka kata-kata
itu disebut kata khusus.
Dengan demikian semakin khusus
sebuah kata atau istilah, semakin dekat titik persamaan atau pertemuan yang
dapat dicapai antara penulis dan pembaca, sebaliknya semakin umum sebuah
istilah, semakin jauh pula titik pertemuan antara penulis dan pembaca. Sebuah
istilah atau kata yang umum dapat mencakup sejumlah istilah yang khusus. Dalam
ilmu semantik, kata umum yang mencakup sejumlah istilah khusus ini disebut
superordinal, sedangkan istilah-istilah khusus yang dicakupnya disebut hiponim.
Kata umum adalah kata-kata yang
pemakaiannya dan maknanya bersifat umum dan luas. Bidang dan obyek yang dicakup
oleh kata umum itu luas dan tidak secara spesifik merujuk atau
merepresentasikan bidang atau obyek tertentu. Jenis kata umum tidak memiliki
pertalian yang erat dengan obyeknya.Sebagai akibatnya, kata umum kurang
memberi daya imajinasi kepada audiens atau pembaca. Citra dalam
pikiran audiens/ pembaca masih samar.
Kata Khusus adalah kata-kata yang
pemakaiannya dan maknanya bersifat spesifik dan sempit dan yang merujuk kepada
pengertian kongkret dan tertentu. Bidang, ruang lingkup, dan obyek yang dicakup
oleh kata khusus itu sempit dan dia secara spesifik merujuk atau
merepresentasikan bidang, ruang lingkup, atau obyek yang sempit, di samping
juga hanya meliputi aspek tertentu saja.Jenis kata khusus memiliki pertalian
yang erat dengan obyeknya. Sebagai akibatnya, kata khusus memberi daya
imajinasi kepada audiens atau pembaca. Citra dalam pikiran audiens/ pembaca
tidak samar.
Hubungan antara kata umum kata
khusus itu bersifat relatif. Maksudnya, suatu kata tertentu bisa merupakan kata
khusus dari kata lain yang lebih umum; dan kata yang lebih umum itu bisa
menjadi kata khusus untuk kata lainnya lagi. Relativitas kata umum dan kata
khusus ini menciptakan gradasi kata.
Kata ikan memiliki acuan yang lebih luas
daripada kata mujair, atau tawes. Ikan tidak hanya mujair atau tidak hanya tawes, tetapi ikan terdiri atas beberapa macam, seperti gurame, lele, sepat, tuna, baronang, nila, ikan koki, dan ikan mas. Sebaliknya, tawes pasti tergolong jenis ikan; demikian juga gurame, lele, sepat, tuna, dan baronang
pasti merupakan jenis ikan. Dalam hal ini, kata yang acuannya lebih luas
disebut kata umum, seperti ikan, sedangkan kata yang acuannya lebih khusus
disebut kata khusus, seperti gurame,
lele, tawes, dan ikan mas.
Sangat Umum
|
Kurang Umum
|
Lebih Khusus
|
Sangat Khusus
|
Tumbuh-tumbuhan
|
Pohon
|
Pohon asam
|
Pohon asam dibelakang rumah
|
Penjahat
|
Pencuri
|
Pencopet
|
Orang yang mencopet dompet saya
|
Kendaraan
|
Mobil
|
Sedan
|
Mobil sedan milik Pak Ali
|
Olahragawan
|
Pemain bola
|
Gelandang
|
Ali
|
Binatang
|
Anjing
|
Herder
|
Nero
|
Table
contoh Kata Umum dan Kata Khusus
E.
Kata Konkret dan
Abstrak
Kata
yang acuannya semakin mudah diserap pancaindra disebut kata konkret , seperti meja, rumah, mobil, air, cantik, hangat,
wangi, suara. Jika suatu kata tidak mudah dicerap pancaindra maka kata itu
disebut kata abstrak, seperti gagasan,
kesibukan, keinginan, angan-angan, kehendak, dan perdamaian.
Kata abstrak digunakan untuk mengungkapkan gagasan rumit. Kata abstrak
mampu membedakan secara halus gagasan yang bersifat teknis dan khusus. Akan
tetapi jika dihambur-hamburkan dalam suatu karangan, karangan itu dapat menjadi
samar dan tidak cermat.
F.
Sinonim
Sinonim
adalah dua kata atau lebih yang pada asasnya mempunyai makna yang sama, tetapi
bentuknya berlainan. Kesinoniman kata tidaklah mutlak, hanya ada kesamaan atau
kemiripan.
Sinonim
ini dipergunakan untuk mengalih-alihkan pemakaian kata pada tempat tertentu
sehingga kalimat itu tidak membosankan. Dalam pemakaiannya bentuk-bentuk kata
yang bersinonim akan menghidupkan bahasa seseorang dan mengkonkretkan bahasa
seseorang sehingga kejelasan komunikasi
(lewat bahasa itu) akan terwujud. Dalam hal ini pemakai bahasa dapat
memilih bentuk kata mana yang paling tepat untuk dipergunakannya, sesuai dengan
kebutuhan dan situasi yang dihadapinya.
Kita
ambil contoh kata cerdas dan cerdik. Kedua kata itu bersinonim,
tetapi kedua kata tersebut tidak persis sama benar.
Kata-kata
lain yang bersinonim ialah
Agung, besar, raya
Cahaya, sinar
Penelitian,
penyelidikan, dan sebagainya.
G.
Pembentukan Kata
Ada
dua cara pembentukan kata, yaitu dari dalam dan luar bahasa Indonesia. Dari
dalam bahasa Indonesia terbentuk kosakata baru dengan dasar kata yang sudah
ada, sedangkan dari luar terbentuk kata baru melalui unsur serapan.
Dari dalam bahasa
Indonesia terbentuk kata baru, misalnya:
Tata Daya Serba
Tata
buku daya tahan serba putih
Tata
bahasa daya pukul serba plastik
Tata
rias daya
tarik serba
kuat
Tata
cara daya serap serba tahu
Dari luar bahasa
Indonesia terbentuk kata-kata melalui pungutan kata, misalnya:
Bank wisata
Kredit santai
Valuta nyeri
Televisi candak kulak.
Kata-kata
pungut adalah kata yang diambil dari kata-kata asing. Hal ini disebabkan oleh
kebutuhan kita terhadap nama dan penamaan benda atau situasi tertentu yang
belum dimiliki oleh bahasa Indonesia. Pemungutan kata-kata asing yang bersifat
internasional sangat kita perlukan karena kita memerlukan komunikasi dalam
dunia dan teknologi modern, kita memerlukan komunikasi yang lancar dalam segala
macam segi kehidupan.
Kata-kata
pungut itu ada yang dipungut tanpa diubah, tetapi ada juga yang diubah.
Kata-kata pungut yang sudah disesuaikan dengan ejaan bahasa Indonesia disebut
bentuk serapan.
Bentuk-bentuk
serapan itu ada empat macam, yaitu :
1.
Kita mengambil kata yang sudah sesuai
dengan ejaan bahasa Indonesia. Yang termasuk kata-kata itu ialah
Bank,
Opname, dan
Golf.
2.
Kita mengambil kata dan menyesuaikan
kata itu dengan ejaan bahasa Indonesia. Yang termasuk kata-kata ialah
Subject subjek,
Aphoteek apotek,
Standard standar, dan
University universitas.
3.
Kita menerjemahkan dan memadankan
istilah-istilah asing ke dalam bahasa Indonesia. Yang tergolong ke dalam bentuk
ini adalah
Starting point titik
tolak
Meet the press jumpa pers
Up to date mutakhir
Briefing taklimat, dan
Hearing dengar pendapat.
4.
Kita mengambil istilah yang tetap
seperti aslinya karena sifat keuniversalannya. Yang termasuk golongan ini ialah
De facto,
Status qualo,
Cum laude, dan
Ad hoc.
5.
Kita juga dapat menyerap kata dari
bahasa daerah.
H.
Kesalahan Pembentukan dan Pemilihan Kata
a) Penanggalan
Awalan meng-
Penanggalan awalan meng- pada judul
berita dalam surat kabar diperbolehkan. Namun, dalam teks beritanya awalan
meng- harus eksplisit. Di bawah ini perlihatkan bentuk yang salah dan bentuk
yang benar.
o
Amerika Serikat luncurkan pesawat
bolak-balik Columbia. (Salah)
o
Amerika Serikat meluncurkan pesawat
bolak-balik Columbia. (Benar)
o
Jaksa Agung, Hendarman Supandji, periksa
mantan Presiden Soeharto. (Salah)
o
Jaksa Agung, Hendarman Supandji,
memeriksa mantan Presiden Soeharto. (Benar)
b) Penanggalan
Awalan ber-
Kata-kata yang berawalan ber- sering
menanggalkan awalan ber-. Padahal, awalan ber- harus dieksplisitkan secara
jelas. Di bawah ini dapat dilihat bentuk salah dan benar dalam pemakaiannya.
o
Sampai jumla lagi. (Salah)
o
Sampai berjumpa lagi. (Benar)
o
Pendapat saya beda dengan pendapatnya. (Salah)
o
Pendapat saya berbeda dengan
pendapatnya. (Benar)
o
Kalau Saudara tidak keberatan, saya akan
meminta saran Saudara tentang penyusunan proposal penelitian. (Salah)
o
Kalau Saudara tidak berkeberatan, saya
akan meminta saran Saudara tentang penyusunan proposal penelitian. (Benar)
c) Peluluhan
bunyi /c/
Kata dasar yang diawal bunyi /c/ sering
menjadi luluh apabila mendapat awalan meng-. Padahal, sesungguhnya bunyi /c/
tidak luluh apabila mendapat awalan meng-.
Di bawah ini diperlihatkan bentuk salah
dan bentuk benar.
o
Wakidi sedang menyuci mobil. (Salah)
o
Wakidi sedang mencuci mobil. (Benar)
o
Eka lebih menyitai Bobi daripada
menyitai Roy. (Salah)
o
Eka lebih mencintai Boby daripada
mencintai Roy. (Benar)
d) Penyengauan
Kata Dasar
Penyegauan kata dasar ini sebenarnya
adalah ragam lisan yang dipakai dalam ragam tulis. Akhirnya, pencampuradukan
antara ragam lisan dan ragam tulis menimbulkan suatu bentuk kata yang salah
dalam pemakaian. Kita sering menemukan penggunaan kata-kata, mandang, ngail, ngantuk, nabrak, nanam,
nulis, nyubit, ngepung, nolak, nyabut, nyuap, dan nyari. Dalam bahasa Indonesia baku tulis, kita harus menggunakan
kata-kata memandang, mengail, mengantuk,
menanam, menulis, mencubit, mengepung, menolak, mencabut, menyuap, dan mencari.
e) Kata
dasar yang bunyi awalnya /s/, /k/, /p/, atau /t/ sering tidak luluh jika
mendapat awalan meng- atau peng-. Padahal, menurut kaidah baku
bunyi-bunyi itu harus lebur menjadi bunyi sengau. Di bawah ini dibedakan bentuk
salah dan bentuk benar dalam pemakaian sehari-hari.
o
Eksistensi Indonesia sebagai negara
pensuplai minyak sebaiknya dipertahankan. (Salah)
o
Eksistensi Indonesia sebagai negara
penyuplai minyak sebaiknya dipertahankan. (Benar)
f) Awalan
ke- yang keliru.
o
Dompet saya tidak kebawa karena waktu
berangkat, saya tergesa-gesa. (Salah)
o
Dompet saya tidak terbawa karena waktu
berangkat saya tergesa-gesa. (Benar)
g) Pemakaian
akhiran –ir
o
Saya sanggup mengkoordinir kegiatan itu.
(Salah)
o
Saya sanggup mengoordinasi kegiatan itu.
(Benar)
h) Padanan
yang tidak serasi
Karena pemakaian bahasa kurang cermat
memilih padanan kata yang serasi, yang muncul dalam pembicaraan sehari-hari
adalah padanan yang tidak sepadan atau tidak serasi.
1) Karena
modal di bank terbatas sehingga tidak semua pengusaha lemah memperoleh kredit. (Salah)
2) Karena
modal di bank terbatas, tidak semua pengusaha lemah memperoleh kredit. (Benar)
i)
Pemakaian kata depan di, ke, dari, bagi, pada, daripada, dari,
terhadap.
o
Meja ini terbuat daripada kayu. (Salah)
o
Meja ini terbuat dari kayu. (Benar)
j)
Pemakaian akronim (Singkatan)
Yang dimaksud dengan singkatan ialah
hasil menyingkat atau memendekkan berupa huruf atau gabungan huruf seperti PLO,
UI, UGM, UNIB, DPR, MPR, MK, MA, BPK. Yang dimaksudkan dengan bentuk singkat
ialah kontraksi bentuk sebagaimana dipakai dalam ucapan cepat, seperti lab (laboratorium), memo (memorandum), demo
(demontrasi). Pemakaian akronim dan singkatan dalam bahasa Indonesia
kadang-kadang tidak teratur. Oleh sebab itu, pemakaian akronim dan singkatan
sedapat mungkin dihindari karena menimbulkan berbagai tafsiran terhadap akronim
atau singkatan itu.
k) Penggunaan
Kesimpulan, Keputusan, Penalaran, dan
Pemukiman.
Kata-kata kesimpulan bersaing
pemakaiannya dengan kata simpulan, kata keputusan bersaing pemakaiannya dengan
putusan, kata pemukiman bersaing dengan kata permukiman, kata penalaran
bersaing dengan pernalaran. Lalu manakah kata yang sebenarnya paling tepat?
l)
Penggunaan kata yang hemat
Boros Hemat
Sejak dari sejak atau dari
Agar supaya agar atau supaya
Demi untuk demi atau untuk
Adalah merupakan adalah atau merupakan
Seperti... dan sebagainya seperti atau sebagainya
m) Analogi
Di dalam dunia olahraga terdapat istilah
petinju. Kata petinju berkolerasi dengan kata bertinju.
Kata petinju berarti orang yang (biasa) bertinju,
bukan orang yang (biasa) ninju.
Petinju orang yang bertinju
Pesenam orang yang bersenam
Pesilat orang yang bersilat
Peski orang yang berski
Peselancar orang yang
berselancar
Pada
dasarnya tidak dibentuk dari
Berski (yang
baku bermain ski)
Berselancar (yang baku bermain selancar)
Bergolf (yang
baku bermain golf)
Bertenis (yang
baku bermain tenis)
n) Bentuk
jamak dalam bahasa Indonesia
o
Bentuk jamak dengan melakukan
pengulangan kata yang bersangkutan, seperti
Kuda-kuda,
Meja-meja,
dan
Buku-buku
o
Bentuk jamak dengan menambah kata
bilangan, seperti
Beberapa meja
Sekalian tamu
Semua buku
Dua tempat
Sepuluh komputer
o
Bentuk jamak dengan menambah kata bantu
jamak, seperti para tamu.
o
Bentuk jamak dengan menggunakan kata
ganti orang, seperti
Mereka, kita, dan
Kami, kalian.
I.
Ungkapan Idiomatik
Ungkapan
idiomatik adalah konstruksi yang khas pada suatu bahasa yang salah satu
unsurnya tidak dapat dihilangkan atau diganti. Ungkapan idiomatik adalah
kata-kata yang mempunyai sifat idiom yang tidak terkena kaidah ekonomi bahasa.
Ungkapan yang bersifat idiomatik terdiri atas dua atau tiga kata yang dapat
memperkuat diksi di dalam tulisan.
o
Menteri Dalam Negeri bertemu Presiden
Jokowi. (Salah)
o
Menteri Dalam Negeri bertemu dengan
Presiden Jokowi. (Benar)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar