Pengertian
Badan Layanan Umum (BLU) adalah instansi di lingkungan pemerintah yang dibentuk untuk memberikan pelayanan kepada masyarakat berupa penyediaan barang atau jasa yang dijual tanpa mengutamakan mencari keuntungan dan dalam melakukan kegiatannya didasarkan pada prinsip efisiensi dan produktivitas.
Pola Pengelolaan Keuangan Badan Layanan Umum, yang selanjutnya disebut PPK-BLU, adalah pola pengelolaan keuangan yang memberikan fleksibilitas berupa keleluasaan untuk menerapkan praktek-praktek bisnis yang sehat untuk meningkatkan pelayanan kepada masyarakat dalam rangka memajukan kesejahteraan umum dan mencerdaskan kehidupan bangsa.
Rencana Bisnis dan Anggaran BLU, yang selanjutnya disebut RBA, adalah dokumen perencanaan bisnis dan penganggaran yang berisi program, kegiatan, target kinerja, dan anggaran suatu BLU.
Badan Layanan Umum (BLU) adalah instansi di lingkungan pemerintah yang dibentuk untuk memberikan pelayanan kepada masyarakat berupa penyediaan barang atau jasa yang dijual tanpa mengutamakan mencari keuntungan dan dalam melakukan kegiatannya didasarkan pada prinsip efisiensi dan produktivitas.
Pola Pengelolaan Keuangan Badan Layanan Umum, yang selanjutnya disebut PPK-BLU, adalah pola pengelolaan keuangan yang memberikan fleksibilitas berupa keleluasaan untuk menerapkan praktek-praktek bisnis yang sehat untuk meningkatkan pelayanan kepada masyarakat dalam rangka memajukan kesejahteraan umum dan mencerdaskan kehidupan bangsa.
Rencana Bisnis dan Anggaran BLU, yang selanjutnya disebut RBA, adalah dokumen perencanaan bisnis dan penganggaran yang berisi program, kegiatan, target kinerja, dan anggaran suatu BLU.
Adapun
alasan mengapa BLU diperlukan adalah:
·
Dapat dilakukan peningkatan pelayanan instansi
pemerintah kepada masyarakat dalam rangka memajukan kesejahteraan umum dan mencerdaskan
kehidupan bangsa;
·
Instansi pemerintah dapat memperoleh fleksibilitas dalam
pengelolaan keuangan berdasarkan prinsip ekonomi dan produktivitas dengan menerapkan
praktik bisnis yang sehat;
Karakteristik
3.
Tidak bertujuan mencari keuntungan;
Pola Pengelolaan Keuangan BLU
Pola
pengelolaan keuangan pada BLU merupakan pola pengelolaan keuangan yang
memberikan fleksibilitas berupa keleluasaan untuk menerapkan praktik-praktik
bisnis yang sehat untuk meningkatkan pelayanan kepada masyarakat dalam rangka
memajukan kesejahteraan dan mencerdaskan kehidupan bangsa, sebagai pengecualian
dari ketentuan pengelolaan keuangan
negara pada
umumnya.
Yang
dimaksud dengan praktik bisnis yang sehat adalah proses penyelenggaraan fungsi
organisasi berdasarkan kaidah-kaidah manajemen yang baik dalam rangka pemberian
layanan yang bermutu dan berkesinambungan.
Instansi
pemerintah yang melakukan pembinaan terhadap pola pengelolaan keuangan BLU
adalah Direktorat
Pembinaan Pengelolaan Keuangan Badan Layanan Umum Ditjen Perbendaharaan.
Persyaratan
Persyaratan Substantif
1.
Penyediaan barang atau jasa layanan umum, seperti pelayanan di
bidang kesehatan, penyelenggaraan pendidikan, serta pelayanan jasa penelitian
dan pengembangan (litbang);
2.
Pengelolaan wilayah/kawasan tertentu untuk tujuan meningkatkan
perekonomian masyarakat atau layanan umum seperti otorita dan Kawasan
Pengembangan Ekonomi Terpadu (Kapet); atau
3.
Pengelolaan dana khusus dalam rangka meningkatkan ekonomi atau
pelayanan kepada masyarakat, seperti pengelola dana bergulir untuk usaha
kecil dan menengah.
2.
Bidang layanan umum yang
diselenggarakan bersifat operasional yang menghasilkan semi barang/jasa publik (quasi public goods)
3.
Dalam kegiatannya tidak mengutamakan keuntungan.
Persyaratan Teknis
1.
Kinerja pelayanan di bidang tugas pokok dan fungsinya layak
dikelola dan ditingkatkan pencapaiannya melalui BLU sebagaimana
direkomendasikan olehmenteri/pimpinan lembaga/kepala SKPD sesuai dengan
kewenangannya; dan
2.
Kinerja keuangan satker instansi yang
bersangkutan sehat sebagaimana ditunjukan dalam dokumen usulan penetapan BLU.
Persyaratan Administratif
1.
Pernyataan kesanggupan untuk meningkatkan kinerja pelayanan,
keuangan, dan manfaat bagi masyarakat.
Pernyataan tersebut disusun sesuai dengan format yang tercantum dalam lampiranPeraturan Menteri Keuangan Nomor 119/PMK.05/2007 dan bermaterai, ditandatangani oleh pimpinan satker Instansi Pemerintah yang mengajukan usulan untuk menerapkan PPK-BLU dan disetujui oleh menteri/pimpinan lembagaterkait.
Pernyataan tersebut disusun sesuai dengan format yang tercantum dalam lampiranPeraturan Menteri Keuangan Nomor 119/PMK.05/2007 dan bermaterai, ditandatangani oleh pimpinan satker Instansi Pemerintah yang mengajukan usulan untuk menerapkan PPK-BLU dan disetujui oleh menteri/pimpinan lembagaterkait.
1.
organisasi dan tata laksana, yang memuat antara
lain struktur organisasi, prosedur kerja,
pengelompokan fungsi yang logis, ketersediaan dan pengembangan sumber daya manusia;
2.
akuntabilitas, yaitu
mempertanggungjawabkan pengelolaan sumber daya serta pelaksanaan
kebijakan yang dipercayakan kepada satuan
kerja Instansi
Pemerintah bersangkutan dalam mencapai tujuan yang telah ditetapkan secara
periodik, meliputi akuntabilitas program, kegiatan, dan keuangan;
3.
transparansi, yaitu adanya kejelasan
tugas dan kewenangan, dan ketersediaan informasi kepada publik.
1.
visi, yaitu suatu gambaran
yang menantang tentang keadaan masa depan yang berisikan cita dan citra yang
ingin diwujudkan;
2.
misi, yaitu sesuatu yang
harus diemban atau dilaksanakan sesuai visi yang ditetapkan, agar tujuan
organisasi dapat terlaksana dan berhasil dengan baik;
3.
program strategis, yaitu program yang berisi proses kegiatan yang
berorientasi pada hasil yang ingin dicapai selama kurun waktu 1 (satu) sampai
dengan 5 (lima) tahun dengan memperhitungkan potensi, peluang, dan kendala yang
ada atau mungkin timbul; dan
6.
pengukuran pencapaian kinerja, yaitu pengukuran yang dilakukan
dengan menggambarkan apakah hasil kegiatan tahun berjalan dapat tercapai dengan
disertai analisis atas faktor-faktor internal dan eksternal yang mempengaruhi
tercapainya kinerja tahun berjalan.
1.
Kelengkapan laporan:
1.
Laporan Realisasi Anggaran/Laporan Operasional
Keuangan, yaitu laporan yang menyajikan ikhtisar sumber, alokasi, dan
pemakaian sumber daya ekonomi yang dikelola,
serta menggambarkan perbandingan antara anggaran dan realisasinyadalam suatu periode
pelaporan yang terdiri atas unsurpendapatan dan belanja;
2.
Neraca/Prognosa Neraca, yaitu dokumen yang
menggambarkan posisi keuangan mengenai aset, kewajiban, dan ekuitas pada tanggal
tertentu;
3.
Laporan
Arus Kas,
yaitu dokumen yang menyajikan informasi kas sehubungan dengan aktivitas operasional, investasi, dantransaksi nonanggaran yang
menggambarkan saldo awal,penerimaan, pengeluaran, dan saldo akhir kas selama periode
tertentu;
4.
Catatan atas Laporan Keuangan, yaitu dokumen yang
berisi penjelasan naratif atau rincian dari angka yang tertera dalamLaporan Realisasi Anggaran, Neraca/Prognosa Neraca, danLaporan Arus Kas, disertai laporan mengenai kinerja keuangan.
·
Standar
Pelayanan Minimum (SPM) merupakan ukuran pelayanan yang harus dipenuhi
oleh satuan
kerja instansi
pemerintah untuk menerapkan PK BLU.
SPM ditetapkan oleh Menteri/Pimpinan Lembaga dalam rangka penyelenggaraan kegiatan pelayanan kepada masyarakat yang harus mempertimbangkan kualitas layanan, pemerataan, dan kesetaraan layanan biaya serta kemudahan memperoleh layanan.
SPM sekurang-kurangnya mengandung unsur:
SPM ditetapkan oleh Menteri/Pimpinan Lembaga dalam rangka penyelenggaraan kegiatan pelayanan kepada masyarakat yang harus mempertimbangkan kualitas layanan, pemerataan, dan kesetaraan layanan biaya serta kemudahan memperoleh layanan.
SPM sekurang-kurangnya mengandung unsur:
1.
Jenis kegiatan atau pelayanan yang diberikan oleh satker. Jenis kegiatan
merupakan pelayanan yang diberikan oleh satker baik pelayanan ke dalam (satkeritu sendiri) maupun
pelayanan yang diberikan kepada masyarakat. Jenis kegiatan ini merupakan tugas dan fungsi dari satker yang bersangkutan.
2.
Rencana Pencapaian SPM. Satuan
kerja menyusun
rencana pencapaian SPM yang memuat target tahunan pencapaian SPM dengan mengacu
pada batas waktu pencapaian SPM sesuai dengan peraturan yang ada.
3.
Indikator pelayanan. SPM menetapkan jenis pelayanan dasar,
indikator SPM dan batas waktu pencapaian SPM.
·
Laporan audit terakhir,
merupakan laporan auditor tahun terakhir
sebelumsatuan
kerja instansi
pemerintah yang bersangkutan diusulkan untuk menerapkan PK BLU. Dalam hal satuan kerja instansi pemerintah tersebut belum pernah
diaudit, satuan
kerja instansi
pemerintah dimaksud harus membuat pernyataan bersedia untuk diaudit secara independen yang disusun
dengan mengacu pada formulir yang telah ditetapkan.
Tata Kelola
Kelembagaan
Pengelolaan
Keuangan BLU dapat diterapkan oleh setiap instansi pemerintah yang secara
fungsional menyelenggarakan kegiatan yang bersifat operasional. Instansi
dimaksud dapat berasal dari dan berkedudukan pada berbagai jenjang eselon atau
non eselon pada kementerian/lembaga. Sehubungan dengan itu, apabila instansi
pemerintah yang menerapkan PK-BLU memerlukan perubahan status ataupun struktur
kelembagaan, maka perubahan tersebut berpedoman pada ketentuan yang ditetapkan
oleh Menteri
Pendayagunaan Aparatur Negara.
Pejabat Pengelola
BLU
dikelola oleh Pejabat Pengelola BLU yang terdiri atas:
1.
Pemimpin BLU
Pemimpin berfungsi sebagai penanggung jawab umum operasional dan keuangan BLU yang berkewajiban:
Pemimpin berfungsi sebagai penanggung jawab umum operasional dan keuangan BLU yang berkewajiban:
1.
menyiapkan rencana strategis bisnis BLU;
2.
menyiapkan RBA tahunan;
3.
mengusulkan calon pejabat keuangan dan pejabat teknis sesuai
dengan ketentuan yang berlaku; dan
4.
menyampaikan pertanggungjawaban kinerja operasional dan keuangan
BLU.
·
Pejabat Keuangan BLU
Pejabat keuangan BLU berfungsi sebagai penanggung jawab keuangan yang berkewajiban :
Pejabat keuangan BLU berfungsi sebagai penanggung jawab keuangan yang berkewajiban :
1.
mengkoordinasikan penyusunan RBA;
2.
menyiapkan dokumen pelaksanaan anggaran BLU;
3.
melakukan pengelolaan pendapatan dan belanja;
4.
menyelenggarakan pengelolaan kas;
5.
melakukan pengelolaan utang-piutang;
6.
menyusun kebijakan pengelolaan barang, aset tetap, dan investasi
BLU;
7.
menyelenggarakan sistem informasi manajemen keuangan; dan
8.
menyelenggarakan akuntansi dan penyusunan laporan keuangan.
·
Pejabat Teknis BLU
Pejabat teknis BLU berfungsi sebagai penanggung jawab teknis di bidang masing-masing yang berkewajiban:
Pejabat teknis BLU berfungsi sebagai penanggung jawab teknis di bidang masing-masing yang berkewajiban:
1.
menyusun perencanaan kegiatan teknis di bidangnya;
2.
melaksanakan kegiatan teknis sesuai menurut RBA; dan
3.
mempertanggungjawabkan kinerja operasional di bidangnya.
Kepegawaian
Pejabat
pengelola dan pegawai BLU dapat terdiri dari pegawai negeri sipil (PNS)
dan/atau tenaga profesional non-PNS sesuai dengan kebutuhan BLU. Syarat
pengangkatan dan pemberhentian pejabat pengelola dan pegawai BLU yang berasal
dari PNS dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan bagi
PNS. Pejabat pengelola dan pegawai BLU yang berasal dari tenaga profesional
non-PNS dapat dipekerjakan secara tetap atau berdasarkan kontrak.
Dewan Pengawas
Dewan
Pengawas untuk BLU di lingkungan pemerintah pusat dibentuk dengan
keputusan menteri/pimpinan lembaga atas
persetujuan Menteri
Keuangan.
Anggota
dewan pengawas terdiri dari unsur-unsur pejabat dari kementerian negara/lembaga teknis yang
bersangkutan, Kementerian Keuangan, dan tenaga ahli yang sesuai dengan kegiatan
BLU.
Remunerasi
Kepada
Pejabat Pengelola, Dewan Pengawas, dan Pegawai Badan Layanan Umum (BLU) diberikan remunerasi berdasarkan tingkat tanggung jawab dan
tuntutan profesionalisme yang diperlukan. Remunerasi dapat juga diberikan
kepada Sekretaris Dewan Pengawas.
Besaran
gaji Pemimpin BLU ditetapkan dengan mempertimbangkan faktor-faktor sebagai
berikut :
1.
Proporsionalitas, yaitu pertimbangan atas ukuran (size) dan jumlah
aset yang dikelola BLU serta tingkat pelayanan;
2.
Kesetaraan, yaitu dengan memperhatikan industri pelayanan sejenis;
3.
Kepatutan, yaitu menyesuaikan kemampuan pendapatan BLU yang
bersangkutan;
4.
Kinerja operasional BLU yang ditetapkan oleh Menteri/Pimpinan Lembagasekurang-kurangnya
mempertimbangkan indikator keuangan, pelayanan, mutu dan manfaat bagi
masyarakat.
Gaji
Pejabat Keuangan dan Pejabat Teknis ditetapkan sebesar 90% (sembilan puluh
persen) dari gaji Pemimpin BLU.
Honorarium
Dewan Pengawas ditetapkan sebagai berikut :
1.
Honorarium Ketua Dewan Pengawas sebesar 40% (empat puluh persen)
dari gaji Pemimpin BLU.
2.
Honorarium anggota Dewan Pengawas sebesar 36% (tiga puluh enam
persen) dari gaji Pemimpin BLU.
3.
Honorarium Sekretaris Dewan Pengawas sebesar 15% (lima belas
persen) dari gaji Pemimpin BLU.
Pejabat
Pengelola, Dewan Pengawas dan Sekretaris Dewan Pengawas yang diberhentikan
sementara dari jabatannya memperoleh penghasilan sebesar 50% (lima puluh
persen) dari gaji/honorarium bulan terakhir yang berlaku sejak tanggal
diberhentikan sampai dengan ditetapkannya keputusan difinitif tentang jabatan
yang bersangkutan.
BLU
dapat memberikan tunjangan tetap, insentif, bonus atas prestasi, pesangon
dan/atau pensiun kepada Pejabat Pengelola, Dewan Pengawas, Sekretaris Dewan
Pengawas, dan Pegawai BLU, dengan memperhatikan kemampuan pendapatan BLU yang
bersangkutan.
Pada
setiap akhir masa jabatannya, Pejabat Pengelola, Dewan Pengawas, dan Sekretaris
Dewan Pengawas dapat diberikan pesangon berupa santunan purna jabatan dengan
pengikutsertaan dalam program asuransi atau tabungan pensiun yang beban
premi/iuran tahunannya ditanggung oleh BLU yang besarannya ditetapkan paling
banyak sebesar 25% (dua puluh lima persen) dari gaji/honorarium dalam satu
tahun.
Besaran
remunerasi untuk Pejabat Pengelola, Dewan Pengawas, Sekretaris Dewan Pengawas,
dan Pegawai BLU pada masing-masing BLU diusulkan oleh Menteri/Pimpinan Lembaga
kepada Menteri Keuangan untuk ditetapkan dalam Peraturan Menteri Keuangan.
Penilaian dan Penetapan
Penilaian
Menteri/pimpinan lembaga mengusulkan
instansi pemerintah yang memenuhi persyaratan substantif, teknis, dan
administratif untuk menerapkan PK-BLU kepadaMenteri
Keuangan.
Menteri Keuangan melakukan penilaian atas usulan tersebut dan apabila telah
memenuhi semua persyaratan di atas, maka Menteri Keuangan menetapkan instansi pemerintah
bersangkutan untuk menerapkan PK-BLU berupa pemberian status BLU secara penuh
atau bertahap.
Dalam
rangka penilaian usulan PK-BLU, Menteri
Keuangan dapat
membentuk Tim Penilai yang terdiri dari unsur di lingkungan Kementerian Keuangan yang terkait dengan kegiatan satker BLU yang diusulkan,
antara lain Ditjen Perbendaharaan, Sekretariat Jenderal
Kementerian Keuangan, dan Ditjen
Anggaran.
Tim Penilai tersebut dapat menggunakan narasumber yang berasal dari lingkungan
pemerintahan maupun masyarakat.
Tugas Tim Penilai
Tugas
dari Tim Penilai adalah:
1.
Merumuskan kriteria yang akan digunakan sebagai pedoman dalam
melakukan penilaian.
2.
Melakukan identifikasi dan klarifikasi terhadap usulan penerapan
PK-BLU;
3.
Melakukan koordinasi dengan unit/instansi terkait.
4.
Melakukan penilaian atas usulan penerapan PK-BLU yang disampaikan
oleh menteri/pimpinan lembaga.
5.
Menyampaikan rekomendasi hasil penilaian atas usulan penetapan
Satuan Kerja Instansi Pemerintah untuk menerapkan PK-BLU kepada Menteri
Keuangan.
6.
Melaksanakan tugas-tugas lain yang berkaitan dengan penilaian
usulan penetapan instansi PK-BLU.
Tim
Penilai dalam melaksanakan prosedur penilaian sesuai dengan prosedur
operasi standar Penilaian dan Penetapan BLU.
Penetapan
Menteri
Keuangan memberi keputusan penetapan atau surat penolakan terhadap usulan
penetapan BLU paling lambat tiga bulan sejak dokumen persyaratan diterima
secara lengkap dari menteri/pimpinan lembaga.
Berdasarkan
penilaian yang dilakukan oleh Tim Penilai, usulan penetapan BLU dapat ditolak
atau ditetapkan dengan status BLU penuh maupun BLU bertahap.
1.
Status BLU Penuh
Status BLU penuh diberikan apabila persyaratan substantif, teknis dan administratif telah dipenuhi dengan memuaskan sesuai dengan kriteria SOP penilaian.
Satkeryang berstatus BLU Penuh diberikan seluruh fleksibilitas pengelolaan keuangan BLU, yaitu:
Status BLU penuh diberikan apabila persyaratan substantif, teknis dan administratif telah dipenuhi dengan memuaskan sesuai dengan kriteria SOP penilaian.
Satkeryang berstatus BLU Penuh diberikan seluruh fleksibilitas pengelolaan keuangan BLU, yaitu:
1.
Pengelolaan Pendapatan
2.
Pengelolaan Belanja
3.
Pengadaan Barang/Jasa
4.
Pengelolaan Barang
5.
Pengelolaan Kas
6.
Pengelolaan Utang dan Piutang
7.
Pengelolaan Investasi
8.
Perumusan Kebijakan, Sistem, dan Prosedur Pengelolaan Keuangan.
2.
Status BLU Bertahap
Status BLU Bertahap diberikan apabila persyaratan substantif, teknis, dan administratif telah terpenuhi, namun persyaratan administratif kurang memuaskan sesuai dengan kriteria SOP penilaian. Status BLU Bertahap berlaku paling lama tiga tahun dan apabila persyaratan terpenuhi secara memuaskan dapat diusulkan untuk menjadi BLU Penuh.
Status BLU Bertahap diberikan apabila persyaratan substantif, teknis, dan administratif telah terpenuhi, namun persyaratan administratif kurang memuaskan sesuai dengan kriteria SOP penilaian. Status BLU Bertahap berlaku paling lama tiga tahun dan apabila persyaratan terpenuhi secara memuaskan dapat diusulkan untuk menjadi BLU Penuh.
Fleksibilitas
yang diberikan kepada satker berstatus BLU bertahap dibatasi:
1.
Penggunaan langsung pendapatan dibatasi jumlahnya, sisanya harus
disetorkan ke kas negara sesuai prosedur PNBP.
2.
Tidak diperbolehkan mengelola investasi;
3.
Tidak diperbolehkan mengelola utang;
Perubahan dan Pencabutan Status
Perubahan
status dari BLU Penuh menjadi BLU Bertahap atau sebaliknya, dapat terjadi
apabila BLU yang bersangkutan mengalami penurunan atau peningkatan
kinerja. Ditjen Perbendaharaan c.q. Direktorat Pembinaan PK-BLU setiap periode
melakukan pembinaan, monitoring, dan evaluasi kinerja BLU. Hasil dari pembinaan,
monitoring, dan evaluasi tersebut menjadi masukan dalam perubahan status BLU.
Pencabutan
status BLU menjadi satker biasa apabila:
1.
Dicabut oleh Menteri Keuangan berdasarkan rekomendasi atau masukan
dari tim pembinaan, monitoring, dan evaluasi kinerja BLU ;
2.
Dicabut oleh Menteri Keuangan atas usulan menteri teknis/pimpinan
lembaga;
3.
Berubah status menjadi badan hukum dengan kekayaan negara yang
dipisahkan.
Apabila menteri/pimpinan lembaga teknis mengajukan
usulan pencabutan BLU, Menteri
Keuangan membuat
penetapan pencabutan penerapan PK-BLU paling lambat tiga bulan sejak tanggal
usulan tersebut diterima. Jika melebihi jangka waktu tersebut, usulan
pencabutan dianggap ditolak. Instansi pemerintah yang pernah dicabut dari
status PK-BLU dapat diusulkan kembali untuk menerapkan PK-BLU.
Tarif dan Biaya Satuan
Tarif
Satker berstatus BLU
dapat memungut biaya kepada masyarakat sebagai imbalan atas barang/jasa layanan
yang diberikan. Imbalan atas barang/jasa layanan yang diberikan tersebut
ditetapkan dalam bentuk tarif yang disusun atas dasar perhitungan biaya per
unit layanan atau hasil per investasi dana yang dapat bertujuan untuk menutup
seluruh atau sebagian dari biaya per unit layanan. Tarif layanan tersebut dapat
berupa besaran tarif atau pola tarif sesuai jenis layanan BLU yang
bersangkutan. Apabila BLU memiliki jenis layanan yang tidak terlalu banyak,
maka cukup memiliki tarif berupa angka mutlak ataupun kisaran tarif. Apabila
BLU memiliki jenis layanan yang banyak dan bersifat kompleks, seperti rumah
sakit, maka tarifnya berupa pola tarif untuk kelompok layanan.
Tarif
layanan diusulkan oleh BLU bersangkutan kepada Menteri/Pimpinan Lembaga,
kemudian Menteri/Pimpinan Lembaga mengajukan usulan
tarif tersebut kepada Menteri
Keuangan untuk
ditetapkan. Dalam penetapan tarif dimaksud, Menteri Keuangan dibantu oleh suatu
tim dan dapat menggunakan narasumber yang berasal dari sektor terkait.
Hal-hal
yang wajib dipertimbangkan dalam menyusun tarif adalah sebagai berikut:
1.
Kontinuitas dan pengembangan layanan;
2.
Daya beli masyarakat;
3.
Asas keadilan dan kepatutan;
4.
Kompetisi yang sehat.
Biaya Satuan
Dalam
penyusunan tarif dan biaya layanan, terlebih dahulu ditentukan biaya satuan per
unit output dari layanan atau kegiatan BLU. Biaya satuan dibuat berdasarkan
perhitungan akuntansi biaya untuk setiap output barang/jasa yang dihasilkan.
Dalam
rangka penyusunan biaya satuan per unit layanan, maka perlu diperhitungkan
biaya-biaya yang timbul, yaitu:
1.
Biaya langsung; adalah biaya-biaya yang secara khusus dapat
ditelusuri atau diidentifikasi sebagai komponen langsung dari biaya produk.
Total biaya langsung ini dalam beberapa literatur juga sering disebut dengan
istilah biaya utama (prime cost).
2.
Biaya tidak langsung adalah semua biaya yang tidak dapat diidentifikasi
secara khusus terhadap suatu produk dan dibebankan kepada seluruh jenis produk
secara bersamaan. Biaya tidak langsung ini sering disebut juga dengan istilah
biaya overhead (overhead cost).
3.
Biaya variabel adalah biaya yang berubah secara total seiring
dengan berubahnya volume produk yang dibuat. Sehingga hubungan antara total
biaya variabel dengan total unit barang yang diperoduksi adalah linier (garis
lurus). Sedangkan biaya per unit-nya adalah tetap. Contoh: Biaya bahan baku
langsung dan tenaga kerja langsung.
4.
Biaya tetap (fixed cost), seperti biaya penyusutan dan
biaya sewa akan selalu tetap (constant) dalam suatu rentang waktu/periode
tertentu. Perlu dicatat bahwa biaya tetap akan selalu konstan pada semua
tingkat produksi (volume), sedangkan biaya tetap per unit akan menurun seiring
dengan meningkatnya volume produksi.
Langkah-langkah
perhitungan biaya satuan adalah sebagai berikut:
1.
Menentukan kegiatan berdasarkan program yang telah ditetapkan;
3.
Untuk satu jenis keluaran, tentukan jenis biaya dan besaran biaya
per unit output. Jenis biaya dapat berupa: biaya langsung variabel, biaya
langsung tetap, biaya tidak langsung variabel, dan biaya tidak langsung tetap.
4.
Menghitung biaya per jenis kegiatan dengan mengalikan rincian
biaya dengan satuan biaya.
5.
Menjumlahkan seluruh komponen biaya untuk mendapatkan satuan biaya
per kegiatan.
Perencanaan dan Penganggaran
Rencana Strategis Bisnis
BLU
menyusun rencana strategis bisnis lima tahunan dengan mengacu kepada Rencana
Strategis Kementerian/Lembaga (Renstra K/L). Rencana strategis bisnis
merupakan istilah yang pengertiannya sama dengan Renstra bagi instansi
pemerintah. Oleh karena itu penyusunan rencana strategis bisnis berpedoman
pada Instruksi Presiden Nomor
7 Tahun 1999 tentang Akuntabilitas
Kinerja Instansi Pemerintah.
Sesuai
dengan Inpres tersebut, rencana strategis mengandung visi, misi, tujuan/sasaran, dan program yang realistis dan
mengantisipasi masa depan yang diinginkan dan dapat dicapai.
Penyusunan Rencana Bisnis dan Anggaran
1.
Kondisi kinerja BLU tahun berjalan;
2.
Asumsi makro dan mikro;
3.
Target kinerja (output yang terukur);
4.
Analisis dan perkiraan biaya per output dan agregat;
5.
Perkiraan harga dan anggaran;
Perencanaan
dan penganggaran BLU pada prinsipnya tidak berbeda dengan perencanaan dan
penganggaran pada kementerian/lembaga.
Pengintegrasian Rencana Bisnis dan Anggaran dalam RKA-K/L
RKA-K/L sebagai dokumen
usulan anggaran (budget request) memuat sasaran terukur yang
penyusunannya dilakukan secara berjenjang dari tingkat kantor/satuan kerja ke tingkat yang lebih tinggi (bottom-up)
untuk melaksanakan penugasan darimenteri/pimpinan lembaga (top down). Dengan
demikian dalam menyusun suatuRencana
Kerja dan Anggaran BLU harus menerapkan anggaran
berbasis kinerja.
BLU
sebagai satuan
kerja merupakan
bagian dari kementerian negara/lembaga. Oleh karena itu
pengintegrasian RBA BLU ke dalam RKA-K/L dilakukan oleh
kementerian negara/lembaga bersangkutan. Tata cara pengintegrasian RBA kedalam
RKA-K/L berpedoman pada ketentuan dalam Peraturan Pemerintah
Nomor 21 Tahun 2004 tentang Penyusunan Rencana
Kerja dan Anggaran Kementerian Negara/Lembaga.
Pelaksanaan Anggaran
Dokumen Pelaksanaan Anggaran
Setelah RKA-KL dan Undang-undang APBN disahkan, pimpinan
BLU menyesuaikan usulan Rencana Bisnis dan Anggaran (RBA) menjadi RBA
Definitif. RBA definitif digunakan sebagai acuan dalam menyusun DIPA BLU untuk diajukan
dan mendapat pengesahan Menteri Keuangan c.q. Direktur Jenderal
Perbendaharaan.
DIPA
BLU sekurang-kurangnya memuat:
1.
seluruh pendapatan dan belanja BLU;
2.
proyeksi arus kas;
3.
jumlah dan kualitas barang dan/atau jasa yang dihasilkan;
4.
rencana penarikan dana yang bersumber dari APBN;
5.
besaran persentase ambang batas sebagaimana ditetapkan dalam RBA
definitif.
Dalam
hal DIPA BLU belum disahkan oleh Menteri Keuangan, BLU dapat melakukan
pengeluaran paling tinggi sebesar angka dokumen pelaksanaan anggaran tahun
lalu.
DIPA
BLU yang telah disahkan oleh Menteri Keuangan menjadi lampiran daricontractual
performance agreement yang ditandatangani oleh menteri/pimpinan lembaga dengan pimpinan
BLU yang bersangkutan dan sekaligus menjadi dasarpenarikan dana.
Pengelolaan PNBP
1.
Penggunaan PNBP
1.
Pada BLU Penuh
Satuan kerja berstatus BLU Penuh diberikan fleksibilitas pengelolaan keuangan, antara lain dapat langsung menggunakan seluruh PNBP dari pendapatan operasional dan nonopersaional, di luar dana yang yang bersumber dari APBN, sesuai RBA tanpa terlebih dahulu disetorkan keRekening Kas Negara. Apabila PNBP melebihi target yang ditetapkan dalam RBA tetapi masih dalam ambang batas fleksibilitas, kelebihan tersebut dapat digunakan langsung mendahului pengesahan revisi DIPA. Terhadap kelebihan PNBP yang melampaui ambang batas fleksibilitas, dapat digunakan dalam tahun berjalan setelah mendapat persetujuanMenteri Keuangan c.q. Dirjen Perbendaharaan atau menjadi saldo awal tahun berikutnya.
Satuan kerja berstatus BLU Penuh diberikan fleksibilitas pengelolaan keuangan, antara lain dapat langsung menggunakan seluruh PNBP dari pendapatan operasional dan nonopersaional, di luar dana yang yang bersumber dari APBN, sesuai RBA tanpa terlebih dahulu disetorkan keRekening Kas Negara. Apabila PNBP melebihi target yang ditetapkan dalam RBA tetapi masih dalam ambang batas fleksibilitas, kelebihan tersebut dapat digunakan langsung mendahului pengesahan revisi DIPA. Terhadap kelebihan PNBP yang melampaui ambang batas fleksibilitas, dapat digunakan dalam tahun berjalan setelah mendapat persetujuanMenteri Keuangan c.q. Dirjen Perbendaharaan atau menjadi saldo awal tahun berikutnya.
2.
Pada BLU Bertahap
Satker berstatus BLU Bertahap dapat menggunakan PNBP sebesar persentase yang telah ditetapkan. Sedangkan PNBP yang dapat digunakan langsung adalah sebesar persentase yang ditetapkan dalam Keputusan Menteri Keuangan tentang penetapan satker yang menerapkan PK-BLU yang bersangkutan.
Satker berstatus BLU Bertahap menyetor penerimaan PNBP yang tidak digunakan langsung ke Rekening Kas Negara secepatnya. PNBP yang telah disetor dapat dipergunakan kembali sebesar selisih antara PNBP yang dapat digunakan dengan PNBP yang telah digunakan langsung.
Satker berstatus BLU Bertahap dapat menggunakan PNBP sebesar persentase yang telah ditetapkan. Sedangkan PNBP yang dapat digunakan langsung adalah sebesar persentase yang ditetapkan dalam Keputusan Menteri Keuangan tentang penetapan satker yang menerapkan PK-BLU yang bersangkutan.
Satker berstatus BLU Bertahap menyetor penerimaan PNBP yang tidak digunakan langsung ke Rekening Kas Negara secepatnya. PNBP yang telah disetor dapat dipergunakan kembali sebesar selisih antara PNBP yang dapat digunakan dengan PNBP yang telah digunakan langsung.
2.
Pertanggungjawaban Pengunaan PNBP oleh BLU
Satker BLU mempertanggungjawabkan pengggunaan PNBP secara langsung dengan menyampaikan SPM Pengesahan kepada KPPN setiap triwulan selambat-lambatnya tanggal 10 setelah akhir triwulan yang bersangkutan dengan dilampiriSurat Pernyataan Tanggung Jawab (SPTJ) yang ditandatangani oleh pimpinan BLU. Berdasarkan SPM pengesahan tersebut, KPPN menerbitkan SP2D sebagai pengesahan penggunaan dana PNBP.
Pertanggungjawaban penggunaan dana PNBP selain yang digunakan langsung oleh satker yang berstatus BLU Bertahap menggunakan mekanisme pertanggungjawaban PNBP sebagaimana diatur dalam ketentuan perundangan yang berlaku (mengakomodasi perubahan Peraturan Dirjen Perbendaharaan Nomor PER-66/PB/2005).
Satker BLU mempertanggungjawabkan pengggunaan PNBP secara langsung dengan menyampaikan SPM Pengesahan kepada KPPN setiap triwulan selambat-lambatnya tanggal 10 setelah akhir triwulan yang bersangkutan dengan dilampiriSurat Pernyataan Tanggung Jawab (SPTJ) yang ditandatangani oleh pimpinan BLU. Berdasarkan SPM pengesahan tersebut, KPPN menerbitkan SP2D sebagai pengesahan penggunaan dana PNBP.
Pertanggungjawaban penggunaan dana PNBP selain yang digunakan langsung oleh satker yang berstatus BLU Bertahap menggunakan mekanisme pertanggungjawaban PNBP sebagaimana diatur dalam ketentuan perundangan yang berlaku (mengakomodasi perubahan Peraturan Dirjen Perbendaharaan Nomor PER-66/PB/2005).
Revisi Anggaran
DIPA BLU ataupun RBA Definitif apabila
diperlukan dapat direvisi. Perubahan/revisi terhadap DIPA BLU atau RBA
Definitif dapat dilakukan jika:
1.
Terdapat perubahan/pergeseran program atau kegiatan BLU;
Tata
cara perubahan/revisi yang berhubungan dengan penganggaran dan perubahan
program dan/atau kegiatan BLU berpedoman kepada Peraturan Pemerintah
Nomor 21 Tahun 2004 atau Peraturan Menteri Keuangan (Nomor ?) tentang
Mekanisme Revisi DIPA Kementerian Negara/Lembaga dan RBA serta pelaksanaan
anggaran BLU.
Perubahan/revisi
sebagaimana dimaksud pada angka 4 dapat dilakukan setelah belanja dilaksanakan.
Perubahan tersebut dapat dilaksanakan sebelum akhir tahun anggaran dalam bentuk
pengesahan oleh Direktur Jenderal
Perbendaharaan.
Surplus dan Defisit BLU
Surplus
anggaran BLU adalah selisih lebih antara pendapatan dengan belanja BLU yang
dihitung berdasarkan laporan keuangan operasional berbasis akrual pada suatu
periode anggaran. Estimasi surplus dalam tahun anggaran berjalan diperhitungkan
dalam RBA tahun anggaran berikut untuk disetujui penggunaannya.
Surplus
anggaran BLU dapat digunakan dalam tahun anggaran berikutnya kecuali atas
perintah Menteri Keuangan, disetorkan sebagian atau seluruhnya ke rekening kas
umum negara dengan mempertimbangkan posisi likuiditas BLU.
Defisit
anggaran BLU adalah selisih kurang antara pendapatan dengan belanja BLU yang
dihitung berdasarkan laporan keuangan operasional berbasis akrual pada suatu
periode anggaran.
Defisit
anggaran BLU dapat diajukan pembiayaannya dalam tahun anggaran berikutnya
kepada Menteri Keuangan melalui Menteri/Pimpinan Lembaga. Menteri Keuangan
dapat mengajukan anggaran untuk menutup defisit pelaksanaan anggaran BLU dalamAPBN tahun anggaran berikutnya.
Pengelolaan Keuangan dan Barang
Pengelolaan Kas
Pengelolaan
kas BLU dilakukan berdasarkan praktek bisnis yang sehat. Dalam melaksanakan
pengelolaan kas, BLU menyelenggarakan hal-hal sebagai berikut :
1.
Perencanaan penerimaan dan pengeluaran kas;
2.
Pemungutan pendapatan atau tagihan;
3.
Penyimpanan kas dan mengelola rekening bank;
4.
Pembayaran;
5.
Perolehan sumber dana untuk menutup defisit jangka pendek; dan
6.
Pemanfaatan surplus kas jangka pendek untuk memperoleh pendapatan
tambahan.
Pengelolaan
kas BLU dapat dilakukan melalui:
1.
Penarikan dana yang bersumber dari APBN dengan menerbitkan SPM;
2.
Pembukaan Rekening Bank BLU oleh pimpinan BLU, sesuai dengan
ketentuan yang berlaku kecuali dalam rangka cash management;
3.
Investasi jangka pendek dalam rangka cash management (jika terjadi
surplus kas) pada instrumen keuangan dengan resiko rendah.
Pengelolaan Piutang
Dalam
pengelolaan keuangan, BLU dapat memberikan piutang terkait dengan kegiatannya,
yang dikelola secara tertib, efisien, ekonomis, transparan, dan bertanggung
jawab serta dapat memberikan nilai tambah, sesuai dengan praktek bisnis yang
sehat dan ketentuan perundang-undangan yang berlaku.
Piutang
BLU dapat dihapus secara mutlak atau bersyarat oleh pejabat berwenang, yang
nilainya ditetapkan secara berjenjang. Kewenangan penghapusan piutang secara
berjenjang ditetapkan dengan Peraturan Menteri Keuangan dengan memperhatikan
ketentuan peraturan perundang-undangan.
Pengelolaan Utang
Dalam
kegiatan operasional dengan pihak lain, BLU dapat memiliki utang yang dikelola
secara tertib, efisien, ekonomis, transparan, dan bertanggung jawab, sesuai
dengan praktek bisnis yang sehat. Pembayaran utang BLU pada prinsipnya menjadi
tanggung jawab BLU.
Pengelolaan
utang harus sesuai dengan peruntukannya, utang jangka pendek ditujukan hanya
untuk belanja operasional, sedangkan utang jangka panjang hanya untuk belanja
modal.
Hak
tagih atas utang BLU kadaluarsa setelah lima tahun sejak utang tersebut jatuh
tempo, kecuali ditetapkan lain oleh UU.
Perikatan
peminjaman/utang dilakukan sesuai dengan jenjang kewenangan yang diatur oleh
Menteri Keuangan.
Pengelolaan Investasi
BLU
tidak dapat melakukan investasi jangka panjang, kecuali atas persetujuan
Menteri Keuangan. Investasi jangka panjang yang dimaksud antara lain adalah
penyertaan modal, pemilikan obligasi untuk masa jangka panjang, atau investasi
langsung (pendirian perusahaan). Jika BLU mendirikan/membeli badan usaha yang
berbadan hukum, kepemilikan badan usaha tersebut ada pada Menteri Keuangan.
Keuntungan yang diperoleh dari investasi jangka panjang merupakan pendapatan
BLU.
Pengelolaan Barang
Pengadaan barang dan jasa pada BLU secara
khusus diatur dalam Peraturan Menteri
Keuangan Nomor 8/PMK.02/2006, antara lain sebagai berikut:
1.
Pelaksanaan pengadaan barang/jasa pada BLU harus dilakukan
berdasarkan prinsip efisiensi dan ekonomis, sesuai dengan praktek bisnis yang
sehat.
2.
BLU Penuh dapat diberikan fleksibilitas berupa pembebasan sebagian
atau seluruhnya dari ketentuan pengadaan barang dan jasa pemerintah (Keppres
80/2003) bila terdapat alasan efektivitas dan/atau efisiensi. Fleksibilitas
sebagaimana dimaksud diberikan terhadap pengadaan barang/jasa yang sumber dananya
berasal dari:
1.
jasa layanan yang diberikan kepada masyarakat;
2.
hibah tidak terikat yang diperoleh dari masyarakat atau badan
lain; dan/atau
3.
hasil kerjasama BLU dengan pihak lain dan/atau hasil usaha
lainnya.
Pengadaan
barang/jasa tersebut dilaksanakan berdasarkan ketentuan pengadaan barang/jasa
yang ditetapkan oleh Pemimpin BLU dengan mengikuti prinsip-prinsip
transparansi, adil/tidak diskriminatif, akuntabilitas, dan praktek bisnis yang
sehat.
1.
Untuk pengadaan barang/jasa yang sumber dananya berasal dari hibah
terikat dapat dilakukan dengan mengikuti ketentuan pengadaan dari pemberi
hibah, atau mengikuti ketentuan pengadaan barang/jasa yang berlaku bagi BLU
sepanjang disetujui oleh pemberi hibah.
2.
Dalam penetapan penyedia barang/jasa, Panitia Pengadaan terlebih
dahulu harus memperoleh persetujuan tertulis dari :
1.
Pemimpin BLU untuk pengadaan barang/jasa yang bernilai di atas Rp.
50.000.000.000,00 (lima puluh miliar rupiah); atau
2.
Pejabat lain yang ditunjuk oleh Pemimpin BLU untuk pengadaan yang
bernilai sampai dengan Rp. 50.000.000.000,00 (lima puluh miliar rupiah).
3.
Penunjukan pejabat lain sebagaimana dimaksud pada huruf d 2)
dengan melibatkan semua unsur Pejabat Pengelola BLU dan harus memperhatikan
prinsip-prinsip:
1.
objektivitas, yaitu penunjukan yang didasarkan pada aspek
integritas moral, kecakapan pengetahuan mengenai proses dan prosedur pengadaan
barang/jasa, tanggung jawab untuk mencapai sasaran kelancaran dan ketepatan
tercapainya tujuan pengadaan barang/jasa;
2.
independensi, yaitu menghindari dan mencegah terjadinya
pertentangan kepentingan dengan pihak terkait dalam melaksanakan penunjukan
pejabat lain, langsung maupun tidak langsung; dan
3.
saling uji (cross check), yaitu berusaha memperoleh informasi dari
sumber yang berkompeten, dapat dipercaya, dan dapat dipertanggungjawabkan untuk
mendapatkan keyakinan yang memadai dalam melaksanakan penunjukan pejabat lain.
Pengelolaan aset BLU
1.
Barang inventaris BLU dapat dihapuskan dan/atau dialihkan kepada
pihak lain dengan cara dijual, dipertukarkan, atau dihibahkan, berdasarkan
pertimbangan ekonomis dan dilaporkan secara berkala kepada menteri/pimpinan
lembaga;
2.
BLU tidak dapat mengalihkan dan/atau menghapus aset tetap, kecuali
atas persetujuan pejabat yang berwenang sesuai dengan peraturan
perundang-undangan.
3.
Penerimaan hasil penjualan barang inventaris/aset tetap merupakan
pendapatan BLU;
4.
Penggunaan aset tetap untuk kegiatan yang tidak terkait langsung
dengan tugas pokok dan fungsi BLU harus mendapat persetujuan pejabat Pengelola
Barang (Menteri Keuangan) sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan
yang berlaku;
5.
Tanah dan bangunan disertifikatkan atas nama kementerian/lembaga
terkait;
6.
Tanah dan bangunan yang tidak digunakan untuk penyelenggaraan
tugas pokok dan fungsi BLU, dapat dialihgunakan oleh menteri/pimpinan lembaga
terkait dengan persetujuan Menteri Keuangan.
Kerjasama Operasional
Dengan
pertimbangan bahwa barang modal membutuhkan dana yang besar, sedangkan
kemampuan BLU yang terbatas dan alokasi dana APBN tidak dapat diperoleh segera,
sementara kebutuhan tidak dapat ditunda lagi, maka cara yang paling
memungkinkan adalah dengan melakukan kerja sama operasional (KSO) dengan pihak
lain berdasarkan pertimbangan efisiensi dan ekonomi. KSO dapat dilakukan antara
lain dengan cara:
1.
Buy-Build-Operate (BBO) adalah suatu fasilitas publik yang ada
dipindahtangankan ke pihak swasta untuk dilakukan renovasi dan dioperasikan
selama suatu periode tertentu atau sampai biaya renovasi tertutup dengan suatu
tingkat keuntungan tertentu, tetapi kepemilikan berada di tangan pihak swasta.
Bentuk kerja sama mengijinkan pihak pemerintah untuk mengawasi terhadap
keamanan, dampak lingkungan, harga, serta mutu layanan kepada masyarakat.
2.
Built-Transfer-Operate (BTO) suatu praktek kerja sama di mana
pihak swasta mendanai dan membangun fasilitas dan selanjutnya memindahtangankan
kepada instansi pemerintah pada saat selesai pembangunannya. Selanjutnya pihak
swasta mengoperasikannya untuk suatu periode waktu tertentu sesuai dengan
perjanjian.
3.
Built-Operate-Transfer (BOT) adalah praktek kerja sama di mana
pihak swasta mendanai, membangun, memiliki, dan mengoperasikan suatu fasilitas
untuk suatu periode waktu tertentu atau sampai kembalinya dana investasi dengan
tingkat keuntungan tertentu. Setelah itu barulah fasilitas ini diserahkan
kepada instansi pemerintah.
4.
Build-Own-Operate (BOO), dalam hal ini pihak swasta mendanai,
membangun, dan mengoperasikan suatu fasilitas, dengan memperoleh insentif untuk
melakukan investasi lebih lanjut namun pihak pemerintah mengatur harga dan
kualitas layanan. Model ini banyak dipakai untuk menyediakan fasilitas baru
yang dapat diantisipasi bawa permintaan pasar akan selalu ada.
Akuntansi, Pelaporan dan Pertanggungjawaban
Akuntansi
BLU
menyelenggarakan akuntansi sesuai dengan standar akuntansi keuangan yang
diterbitkan oleh asosiasi profesi akuntan Indonesia, jika tidak ada standar
akuntansi BLU yang bersangkutan dapat menerapkan standar akuntansi industri
yang spesifik setelah mendapat persetujuan Menteri Keuangan.
BLU
mengembangkan dan menerapkan sistem akuntansi dengan mengacu pada standar
akuntansi yang berlaku sesuai dengan jenis layanannya dan ditetapkan oleh
menteri/pimpinan lembaga.
Pelaporan
BLU
menyampaikan laporan keuangan setiap triwulan kepada menteri/pimpinan lembaga
berupa Laporan Realisasi Anggaran, Laporan Arus Kas, dan Catatan atas Laporan
Keuangan dan Laporan keuangan yang lengkap (termasuk neraca dan ikhtisar
laporan keuangan) pada setiap semester dan tahunan. Laporan-laporan tersebut
disampaikan paling lambat satu bulan setelah periode pelaporan berakhir.
Laporan keuangan unit-unit usaha yang diselenggarakan dikonsolidasikan oleh BLU
dan menjadi lampiran laporan keuangan BLU.
Laporan
keuangan BLU dikonsolidasikan dengan laporan keuangan kementerian/lembaga
sesuai standar akuntansi pemerintahan dan diaudit oleh pemeriksa ekstern sesuai
dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Pertanggungjawaban
Menteri/pimpinan lembaga bertanggung jawab
atas keberhasilan pencapaian sasaran program berupa hasil (political
accountability), sedangkan pimpinan BLU bertanggung jawab atas keberhasilan
pencapaian sasaran kegiatan berupa keluaran (operational accountability)
dan terhadap kinerja BLU sesuai dengan tolok ukur yang ditetapkan
dalam RBA.
Pembinaan, Pengawasan dan Pemeriksaan
Pembinaan
Pembinaan
teknis BLU dilakukan oleh menteri/pimpinan lembaga, sedangkan pembinaan di
bidang keuangan dilakukan oleh Menteri
Keuangan.
Pengawasan
Dalam
rangka pelaksanaan pembinaan BLU dapat dibentuk dewan pengawas. Pembentukan
dewan pengawas hanya berlaku pada BLU yang memiliki realisasi nilai omzet
tahunan (menurut laporan realisasi anggaran) atau nilai aset (menurut neraca)
memenuhi syarat minimum yang ditetapkan oleh Menteri Keuangan..
Pemeriksaan
Pemeriksaan
intern BLU dilaksanakan oleh satuan
pemeriksaan intern (SPI) yang merupakan unit kerja dan berkedudukan langsung di
bawah pemimpin BLU, sedangkan pemeriksaan ekstern dilaksanakan oleh lembaga
pemeriksa ekstern sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
BLU Daerah
BLU
Daerah adalah Satuan Kerja Perangkat Daerah di
lingkungan pemerintah daerahyang dibentuk untuk memberikan pelayanan kepada
masyarakat dengan prinsip usaha seperti BLU Pusat, yaitu tanpa mengutamakan
mencari keuntungan dan dalam melakukan kegiatannya didasarkan pada prinsip
efisiensi dan produktivitas.
Pola
Pengelolaan Keuangan Badan Layanan Umum Daerah (PPK-BLUD) adalah pola
pengelolaan keuangan yang memberikan fleksibilitas berupa keleluasaan untuk
menerapkan praktik-praktik bisnis yang sehat untuk meningkatkan pelayanan
kepada masyarakat dalam rangka memajukan kesejahteraan umum dan mencerdaskan
kehidupan bangsa
Tidak ada komentar:
Posting Komentar